Soft Arrow Point: Dijamin Bukan Panahan Biasa!
INGAT memanah pasti ingat film legendaris Robinhood dari hutan
Sherwood Inggris. Keahlian memanahanya mampu memperdayai lawan-lawannya di
seputaran kerajaan Inggris saat itu. Olahraga memanah awalnya dilakukan untuk kegiatan
berburu binatang ini
terkenal dengan anak panahnya yang tajam. Bila mendengar kata panahan, sebagian
besar orang sering membayangkan ujung
anak panah tajam yang dibidikkan
ke target. Ujung anak panah tajam ini merupakan bagian yang menabrak target sekaligus mengoyaknya. Bentuknya selalu runcing dan banyak di
antaranya terbuat dari logam.
Berpanah dengan soft arrow point juga menciptakan suasana menyenangkan.(foto: vida) |
Memanah identik sebagai olahraga yang
membutuhkan tingkat fokus
tinggi sehingga dalam memainkan olahraga ini membutuhkan suasana serius dan hening.
Wajar para pemain dituntut konsentrasi penuh. Salah sedikit, komsentrasi bisa buyar dan
akibatnya bisa fatal!
Namun, apa jadinya jika memanah dilakukan dengan
anak panah berujung tumpul, terbuat dari busa padat, dan dimainkan dengan gelak tawa bersama-sama?
Itulah soft arrow point, panahan dengan
anak panah terbuat dari bahan busa yang empuk tapi keras. Belum banyak yang tahu keberadaan panahan jenis ini. Anak panah jenis ini pertamakali diciptakan di Australia.
Di Indonesia sudah terdapat beberapa
olahraga panahan yang menggunakan anak panah jenis ini, salah satunya Sae Archery.
Meskipun terbilang baru, Sae Archery ini boleh dibilang sebagai pionir memanah dengan anak panah jenis
ini.
Menurut
Agus, salah seorang pelatih di
Sae Archery, memanah merupakan salah satu olahraga terbaik. Kita bisa
mendapatkan berbagai benefit
dari olahraga ini. Tidak hanya fisik
tetapi juga mental. Hal itu disampaikannya saat ditemui di
Outdoor Festival yang diadakan Djarum beberapa waktu lalu.
“Memanah, intinya adalah repitisi,
pengulangan. Hal-hal yang diulang-ulang ini adalah sesuatu yang baik untuk fisik sekaligus mental kita. Kita
memainkan panahan ini, mengulang, kan intinya? Fisik kita mengulang gerakan yang sama
hingga akhirnya otot tangan kita terlatih. Yang paling penting, secara pisikis, kita
mengulang hal-hal baik. Saat
kita memanah, kita harus mengatur diri kita agar optimis. Optimis jika panahan kita akan mengenai
target kita. Kita
juga memfokuskan diri kita agar dapat mengakurasi tindakan kita dan ketepatan
kita. Optimisme kita dan sikap-sikap mental kita tadi akan terulang.
Suatu hal yang diulang pasti akan membekas dan memengaruhi karakter kita.
Karenanya, Agus ingin olahraga ini memasyarakat.
Ia ingin masyarakat dapat merasakan kebaikan-kebaikan memanah. Dari situlah Sae Archery muncul,” jelas Agus.
Jika
dilihat secara teknis dan properti, tidak banyak perbedaan antara memanah
dengan soft point archery dan hard point archery. Saat memanah menggunakan soft
point archery, kita juga memerlukan sembilan teknik
dasar yang sama dengan memanah dengan anak panah tajam, standing, knocking, drawing, aiming, realese, dan follow thoging.
Artinya,
tahapannya sama dengan teknis berpanah tajam, hanya terdapat dua hal yang
membedakan, anak panah yang digunakan tidak tajam, target yang digunakan juga didesain
berbeda, menyesuaikan dengan busur yang digunakan. Targetan untuk panahan jenis ini terbuat
dari semacam busa yang lebih besar.
Hal lain yang membedakan panahan jenis ini
adalah suasana.
Jika kita berpanah tajam, tentu harus fokus, konsentrasi penuh, dan hening. Seolah tidak bisa main-main.
Namun lain halnya dengan anak panah jenis ini, kita tetap harus fokus untuk mengenai target tapi karena anak
panah yang digunakan tidak tajam, kita juga tetap dinamis.
“Kamu
harus energik tapi tetap fokus.
Jadi, fokus
dan dinamis digabung. Jadi, orang tuh bisa seneng kalo berpanah ini. Memanah jenis ini menjadi menyenangkan.
Terbukti Sae Archery pernah membuka
vanue
beberapa waktu lalu.
Dalam satu hari pengunjung mencapai jumlah bombastis, seribu pengunjung. Sampai teler tim kita,” tawa Agus mengingat hal tersebut.
Agus menambahkan, panahan jenis ini lebih fleksibel. Kita jadi lebih bisa menggembangkan
permainan dengan panahan ini. Karena ujungnya tumpul ya aman tanpa menghilangkan manfaat-manfaat bagi
tubuh dari panahan. Karena peralatan yang digunakan dan cara memanahnya pun
sama, tubuh juga akan mendapatkan manfaat yang sama, seperti mengencangkan
bisep, menyeimbangkan tubuh, menajamkan penglihatan dan masih banyak lagi.
Malah, menurut Agus, olahraga panahan ini lebih multifungsi
dan punya banyak manfaat
hebat bagi pemain secara mental maupun fisik.
Karena
berpanah dengan soft arrow point juga menciptakan suasana menyenangkan, Agus
menempatkan panahan ini sebagai media yang sangat cocok untuk kegiatan outbond. Kegiatan outbond sebenarnya suatu kegiatan EL (experience and learning). Diharapkan dari outbond ini, seseorang akan mendapat pelajaran dari apa yang ia
alami selama kegiatan
outbond tersebut. Maka dari itu,
kegiatan outbond ini banyak disajikan
dalam bentuk game. Namun, ungkap Agus, outbond
yang baik harus mempunyai alur. Pada
alur itu harus terdapat klimaks pengembang bagi pemain yang akhirnya
mentransformasi si pemain. Transformasi
atau perubahan ini minimal perubahan perasaan.
Melakukan
outbond dengan panahan ini pasti seru
karena jenis permainan yang disuguhkan beragam. Selain seru, pasti membekas pada karakter kita.
Maka
tidak heran, ujar Agus, jika saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang
berinvestasi besar-besaran utuk melakukan kegiatan outbond
bagi karyawan mereka.
“Telkom
udah pakai kita,” ujar Agus.
Menurutnya,
yang ingin diubah oleh perusahaan-perusahaan ialah behavior (prilaku) dan habbit karyawan-karyawan mereka. Pada outbond mereka diberi media agar habbit mereka dapat berubah. Dalam
outbond biasanya terdapat role play game-nya,
terdapat tahapannya agar seseorang dapat berubah. Misalkan dia harus mengubah perorangan dulu, kemudian mengubah kelompoknya,
lalu antarkelompok, sampai semuanya kompak. Karenanya, menggunakan soft arrow point dalam beroutbond cukup tepat. Agus sendiri sudah mengkreasikan
jenis-jenis permainan outbond
menggunakan soft
arrow.
Terdapat permainan yang dapat dilakukan,
baik seorang diri, kelompok kecil, hingga kelompok besar.
“Contoh, menggabungkan suatu divisi di
suatu perusahaan menjadi satu team dalam game
panahan . Kemudian sang trainer akan memberikan role play bagi masing-masing
individu. Selain
role play, tak lupa ada tim lawan
yang dibentuk. Tim
lawan bisa berasal dari divisi lain atau dari Sae Archery sendiri. Misi juga akan diberikan pada permainan ini. Salah satu contoh
misinya, nanti trainer akan memberikan sebanyak empat arrow. Selanjutnya,
kita harus membidik lima target point,
dalam waktu satu menit saja! “Gimana nih? siapa yang maju duluan? kita cuma
punya resource empat nih! Nah, kemampuan-kemampuan ini kan terpakai
di organisasi. Iya gak? Strategi
dan komunikasi. Padahal kita ngomongin panah loh.. he he he,”
tawa Agus
Tidak
sampai di situ, panahan
jenis ini juga dapat digunakan sebagai sarana assesement
perusahaan.
Tujuan Assesment
adalah mencari orang yang tepat untuk jabatan di suatu perusahaan. Misalnya
saja, jabatan yang diperebutkan adalah manajer. Seorang calon manajer itu nanti
akan diperintahkan untuk mencoba memanah. Karena memanah bagi beberapa orang merupakan hal asing. Hal ini pasti akan menjadi hal baru bagi
mereka. Nah,
nanti kita lihat, bagaimana dia saat bertemu suatu tantangan, sesuatu yang
baru.
Kita
akhirnya dapat mengetahui karakter orang lewat bagaimana ia pertama kali
memegang busur panah. Apakah seseorag itu exited?
Atau malah grogi, merasa terbebani dan takut gagal? Kita dapat melihat karakter orang ini saat ke depannya ia menghadapi tantangan melalui kegiatan
ini.
Soft
Arrow Point dan Therapy Penyandang Difabel
“Mereka (kaum difabel) itukan juga sama sepeti kita. Pokoknya gini deh, asal bisa
megang busur, ayo, kita main
bareng!”
ujar Kang Agus menepis keraguan memanah untuk kaum difabel. Menurutnya, memanah
sebenarnya dapat dilakukan siapa saja, dengan syarat dapat memegang busur dan
mengoperasikan anak panah.
Ia yakin perkataan Nabi Muhammad bahwa memanah olahraga terbaik. Ia yakin bahwa Rasulullah tidak mungkin asal berucap. Jadi pikirnya, tidak mungkin kalau
olahraga terbaik ini hanya dilakukan orang-orang tertentu saja.
Tak
heran ungkapnya, jika memanah dikatakan sebagai olahraga terbaik sebab memanah
dapat membangun fisik dan juga mental manusia. Terlebih, memanah dapat
dilakukan di mana saja dan
kapan saja.
“Kalau dua olahraga lainnya yang Rasulullah juga anjurkan, yaitu
berkuda
dan berenang tidak bisa kita lakukan di sembarang tempat. Jika berkuda membutuhkan biaya tidak sedikit. Sedangkan berenang? Hanya bisa
dilakukan di tempat tertentu. Maka itu, tak heran menurutnya jika memanah
adalah olahraga paling baik.
Nantinya,
untuk penyandang
difabel, akan ditata
berdasarklan golongan mereka masing masing. Kita akan mengelompokkan penyandang tuna rungu dalam satu kelompok,
tuna netra satu kelompok, dan tuna wicara satu kelompok. Namun bagi penyandang
autisme, nantinya
mereka akan dibedakan karena membutuhkan treatment
khusus.
Selanjutnya,
hal pertama yang akan diajarkan kepada mereka adalah
bagaimana memegang busur panah dengan benar, cara menempatkan anak panah pada
busur,
dan berbagai hal teknis lainnya. Mereka
akan diajak
untuk shooting, atau menembak anak
panah ke target.
“Kalo begini aja, yang pake kursi roda juga bisa ikutan,
kan?” senyum Agus optimis dengan niatnya.
Bagaimana bagi penyandang tuna netra? Nah, nantinya akan
dibentuk suatu tim untuk mereka. Seseorang akan mengarahkan posisi target
kepada mereka. Agus juga berpendapat kalau sebenarnya tidak ada masalah memanah
bagi penyandang tuna netra. Karena memanah sebenarnya mengedepankan insting.
Tentu, jika berbicara tentang insting, para penyandang tuna netra punya insting
jauh lebih baik dari kita.
“Artinya, sudah membicarakan insting archeri. Archeri yang paling pertama adalah
fokus, fisik itu nomor dua. Saat ini mungkin sudah terkenal free style-nya archeri. Memanah gaya bebas. Jika Anda pernah melihatnya, mungkin
tahu bahwa mereka hampir tidak melihat target dalam waktu yang lama. Melihat.
Lalu dengan cepat melepaskan anak panah ke target, dan Cas! Anak panah tepat
mengenai target! Kan dalam olahraga
memanah, insting lebih dikedepankan dibandingkan fisik,” ungkap Agus
Agus sendiri sudah bisa merasakannya. Ia awalnya selalu
berlatih membidik target 25 kali dalam satu hari. Ia berulang membiasakannya. Saat
ini, jika ia ingin membidik target, ia sudah tidak memerlukan waktu yang lama untuk
membidik target. Menurutnya, itulah yang terjadi pada atlet, karena
pada akhirnya fokus
itu bukan hanya fisik semata
tapi adanya di mind, pikiran. Fisik hanyalah perantara. Walaupun itu juga menjadi
bagian penting. Makannya, saya optimis tuh nanti difabel akan mampu, asalkan
bisa pegang ini,” ujar Agus optimis.
Hal itu jika kita membicarakan kegiatan memanah secara
serius. Lain halnya dengan kegiatan memanah bagi penyandang difabel ini. Tujuan
kegiatan memanah di sini bukanlah untuk mencetak atlet profesional. Walaupun
tidak menutup kemungkinan dan akan hebat sekali jika hal itu dapat terjadi.
Namun, tujuan memanah untuk difabel adalah utuk menggoreskan senyum di
wajah-wajah mereka, untuk terapi.
“Yang saya inginkan, paling tidak nanti, mereka bisa
berteriak ceria saat melihat anak panah mereka melesat ke target, seperti
teteh-teteh itu,” katanya sembari menunjuk dua remaja perempuan yang sedang
tertawa ceria di area berpanah.
Lalu bagi penyandang hyper
atau low active? Agus menekankan
sekali lagi bahwa selama fisik mereka sama dan dapat memegang busur dan anak
panah, Hayu! Masalah fokus? Justru
dengan memanah, fokus mereka nantinya akan dilatih agar menjadi lebih baik.
Memanah menjadi alat terapi mereka.
Karena nantinya mereka akan merepitisi hal-hal yang membuat mereka fokus. Memang,
awalnya pasti tak akan semudah itu membuat mereka tertarik dengan panahan ini. Itulah
sebabnya jenis soft point ini yang
digunakan.
“Kalo kita ajarin
mereka berpanah dengan nak panah tajam? Takut duluan nanti, belum kalo salah
sasaran, kan bahaya.. hehehe. Selain itu, tentunya nanti mereka akan dilatih
berdampingan dengan psikolog. Jika dalam latihan memanah biasa satu orang
trainer menangani sampai 50 orang, mereka nanti akan diberikan satu trainer plus satu psikolog yang mendampingi.”
Untuk penyandang tuna wicara dan tuna runggu, Agus
mengatakan kalau ia akan lebih mengkreasikan role play panahannya nanti, agar mereka bisa have fun dengan panahan ini.
“Untuk memulihkan psikologis mereka,” ujarnya. Karena
saat ini, banyak penyandang difabel yang merasa tertekan dengan kondisi mereka.
Maka dari itu, Agus nantinya akan lebih mengreasikan permainan panahan ini
untuk rekreasi mereka. Nantinya mereka akan berteriak dan tertawa. Agus sudah
bisa membayangkan nantinya melihat mereka bermain panahan. Tawa mereka. Teriakan
‘waduh!’ saat anak panah tidak mengenai target, menurutnya adalah hal yang ia
ingin kaum difabel juga rasakan (teks dan foto: vidaa fatima alatas)
Post a comment
Post a comment